TNI
[TNI][column2]
![]() |
| Dokumen yang di peroleh media ini |
Gema7.com, (Sumbar)__ Dana sebesar Rp916.222.500 yang dialokasikan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Padang Pariaman pada tahun anggaran 2025 untuk pengadaan Solar Non Subsidi (Solar Industri) tampaknya menyimpan teka-teki yang perlu dibuka lembar per lembar. Dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas PUPR 2025, tercatat volume Solar Nom Subsidi mencapai 42.615 liter dengan satuan harga Rp21.500 per liter.
Pertanyaan pun mengemuka, ke mana sebenarnya Solar Non Subsidi ini dipesan? Kepada Pertamina langsung sebagai pemasok resmi, atau melalui pihak transportir yang menjadi perantara?
Berdasarkan informasi yang dihimpun Gema7.com dari berbagai sumber, sepanjang tahun 2025 ini, Dinas PUPR Padang Pariaman diduga melakukan pemesanan Solar Non Subsidi melalui PT Andalas Karunia Sedjahtera. Bahkan perusahaan tersebut diduga telah beberapa kali mengirim BBM ke UPT Alat dan Perbengkelan (Alkal) Dinas PUPR Padang Pariaman.
Salah satu dokumen penyerahan BBM bertanggal 9 Oktober 2025 menjadi sorotan. Pada hari itu, sebuah mobil tangki berwarna biru kapasitas 5000 liter dengan nomor polisi BA 8196 QBU yang dikemudikan Nofiyatrison mengirimkan BBM Solar ke UPT tersebut. Dokumen pengantarannya diduga disertai tiga berkas utama yakni Surat Jalan dari Transportir kepada pengemudi, Berita acara serah terima BBM antara transportir dan Dinas PUPR Padang Pariaman, dan Surat Pengantar Pengiriman dari Pertamina Patra Niaga.
Namun, Dalam Surat Pengantar Pengiriman dari Pertamina Patra Niaga itu tercantum identitas pembeli dan tujuan pengiriman yang justru mengandung kejanggalan administratif.
Tertulis:
Pembeli: PT Andalas Karunia Sedjahtera
Tujuan Penyerahan: Dinas PUPR Kabupaten Siak, Lokasi Padang Pariaman
Sedangkan dalam dokumen serah terima di lapangan yang dikeluarkan transportir, tujuannya adalah Dinas PUPR Kabupaten Padang Pariaman.
Pertanyaan pun mencuat bak api menyulut jerami,
Apakah perusahan pelat merah sebesar Pertamina bisa melakukan kesalahan dalam penerbitan surat resmi? Atau ada indikasi permainan dokumen untuk menutupi sumber BBM yang disebut Solar Non Subsidi tersebut?
Dalam praktik pengadaan barang dan jasa pemerintah, kejelasan asal-usul distribusi bahan bakar bukan hanya persoalan birokrasi, tetapi juga terkait kepatuhan terhadap regulasi dan potensi kerugian negara bila terjadi penyimpangan.
Meski begitu, sesuai amanat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, setiap informasi harus diuji dan keberimbangan wajib dijaga. Untuk itu, Gema7.com telah berupaya meminta konfirmasi kepada pihak terkait agar publik mendapatkan gambaran utuh berdasarkan prinsip cover both sides.
Sayangnya, hingga berita ini diterbitkan, Hendra Abdilah, Kepala UPT Alat dan Perlengkapan (Alkal) Dinas PUPR Padang Pariaman, saat di konfirmasikan media www.gema7.com belum memberikan keterangan terkait dugaan kejanggalan tersebut atas sejumlah pertanyaan yang diajukan kerena ada urusan luar.
Diketahui, BBM Solar Non Subsidi yang diadakan Dinas PUPR Padang Pariaman diperuntukkan menunjang operasional alat berat milik pemerintah daerah yang digunakan dalam pembangunan serta pemeliharaan infrastruktur. Bagaimana tanggapan pihak Pertamina Patra Niaga Padang? Tunggu berita selanjutnya!
Untuk memberikan pemberitaan tranparan dan akurat, media ini akan terus melakukan konfirmasi kepada pihak - pihak yang bersangkutan.
#Md
![]() |
| Gambar Kerja |
Gema7.com,Sumbar__ Sumber material batu untuk pembangunan Seawall dan Pengaman Pantai Sasak di Kabupaten Pasaman Barat seolah bermain "petak umpet" dengan publik. Proyek bernilai Rp2,5 miliar yang digarap oleh CV Rayazka itu kini menjadi sorotan masyarakat serta para pemerhati sosial, lantaran Dinas SDABK Provinsi Sumatera Barat masih enggan mengungkap secara resmi dari mana batu cobble stone yang digunakan berasal.
Di lapangan, rumor berkelebat lebih cepat dari pada ekskavator bergerak. Ada yang menyebut batu itu datang dari quarry PT Sabaruddin, ada pula yang menyebut sumbernya dari CV Sabar Bumi Sejati. Namun data yang dipegang gema7.com menunjukkan, PT Sabaruddin bahkan tidak terdaftar sebagai pemegang izin tambang di DPMPTSP Sumbar. Sedangkan CV Sabar Bumi Sejati memang memiliki izin tambang, tetapi hanya untuk komoditas Sirtu, bukan batu Andesit yang lazim digunakan untuk pekerjaan seawall.
Izin ini bukan sekadar kode di atas kertas. Komoditas berbeda artinya regulasi berbeda. Jika benar batu itu datang dari perusahaan yang izinnya tidak sesuai atau bahkan tanpa izin, maka proyek ini tengah menari di ujung tanduk pelanggaran hukum.
Rujukan hukumnya pun tidak tanggung - tanggung. Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba tegas menyebutkan, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar.
Tidak berhenti di situ, Pasal 161 juga mengatur ancaman pidana yang sama bagi pihak yang menampung, mengangkut, atau menjual mineral dari sumber tidak berizin.
Pertanyaannya, sudahkah pengawasan berjalan sesuai jalur? Dinas SDABK telah menunjuk PT Wandra Cipta Engineering Consultant asal Pekanbaru sebagai konsultan pengawas dengan nilai kontrak Rp184,47 juta. Namun publik mulai melontarkan pertanyaan menohok. Apakah pengawas benar-benar menjalankan tugasnya? Apakah mereka rutin berada di lapangan? Atau hanya sesekali muncul seperti tamu undangan?
Apabila konsultan pengawas lalai dan potensi pelanggaran hukum di kemudian hari muncul akibat kelalaiannya, pemilik proyek berhak mengambil sikap tegas. Mulai dari teguran hingga pemutusan kontrak, karena kegagalan pengawasan merupakan bentuk nyata cidera janji.
Di tengah regulasi yang begitu jelas dan ketentuan hukum yang tak memberi ruang abu-abu, masyarakat kini menunggu transparansi. Apakah proyek pengaman pantai ini benar ingin melindungi masyarakat? Atau justru menyembunyikan lubang masalah lebih besar di balik batu-batu yang disusun rapi?
Publik berhak tahu. Pemerintah wajib menjelaskan. Selama sumber batu masih menjadi misteri, kepercayaan pun ikut tergerus satu per satu, seperti ombak yang terus mengikis bibir pantai Sasak.
Rahmad Yuhendra selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang dikonfirmasi Gema7.com, Kamis (16/10/2025) via WhatsApp, terkait sumber material yang digunakan CV. Rayazka, sampai saat ini belum memberikan jawaban sesuai pertanyaan wartawan.
"Terima Kasih Atas Infonya," ujar Rahmad Yuhendra yang familiar di panggil Eng.
Sementara itu, pada hari yang sama Kadis SDABK Sumbar, Rifda Suryani selaku Pengguna Anggaran (PA) yang dikonfirmasi Gema7.com, terkesan bungkam. Sampai berita ini tayang, belum ada tanggapan resmi dari Kadis SDABK Sumbar tersebut.
#Md
![]() |
| SPBU JL. IR. H. JUANDA |
G7,Padang__ Parah, demi meraup keuntungan SPBU ini nekat berbuat curang dengan mengisi Pertalite kedalam Tangki Pertamax. SPBU dengan Nomor 14.251.503 yang berlokasi JL. Ir. H. Juanda (Lolong sebelum lampu merah pasar pagi) kota Padang disinyalir sangat merugikan masyarakat Kota Padang.
Dengan perbedaan harga yang sangat tinggi, SPBU tersebut menjual Pertalite seharusnya Rp. 10.000 kini dapat menjual Pertalite dengan harga Rp. 12.800 per liter karena tegki Pertamax isinya Pertalite. Ini jelas mendapat keuntungan sebesar Rp 2.800 per Liternya.
Karena perselisihan harga yang sangat menggiurkan, penjualan Pertamax dalam satu bulan berkisar 72.000 KL (72.000 KL didapat dari Wandra dilokasi SPBU) jika dikalikan Rp 2800.- keuntungannya kurang lebih Rp. 200 juta perbulan.
Namun, saat di konfirmasi kan kepada Riki Arianto selaku petugas Bongkar Muat BBM di SPBU PUSKOPPOLDA Sumbar dan wandri selaku STRUKTUR Koperasi PUSKOPPOLDA yang berkantor di Raden Saleh, di SPBU JL. Ir. H Juanda mengakui adanya kesalahan pengisian pada hari Jum’at tanggal 10 Oktober 2025 berkisar 20% (dua Ton) dan sudah koordinasi dengan Polda kami sudah bikin Berita Acaranya. Ungkap Wandi
Anehnya, dalam pantauan media ini dilapangan. jika cuma dua Ton atau sekitar dua puluh persen warna Pertamax tidak akan berubah kalau info yang diberikan kepada media ini benar. akan tetapi, saat media ini membeli Pertamax di SPBU di JL. Ir. H. Juanda memakai botol air mineral murni warna Pertalite. Apa benar cuma dua Ton dan hanya tanggal 10 oktober 2025 ada kesalahan..?
Ketika media ini mencari perbandingan dengan membeli di SPBU Ulak Karang (simpang DPRD) juga menggunakan botol air mineral. Hal yang nyata terlihat perbedaan mana Pertalite dan mana Yang Pertamax.
Agar dapat memberikan informasi yang akurat, media ini terus mencoba mengonfirmasikan kepada pihak - pihak yang terkait.
#MD
G7, Padang (Sumbar)__ Salah satu Pembangunan Gedung Bantuan Pemerintah Pusat Program Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan Tahun 2025 pada SMKN 1 Padang dengan nomor kontrak 2390/D2/KU.7.00/2025 senilai Tp. 1.3 Millyar dari total 3 Millyar lebih bantuan Kementrian terancam Ambruk karena dugaan tidak adanya pengawasan dan perencanaan yang matang.
Kontrak yang tertanggal 10 Juli tahun 2025 sumber dana APBN Anggaran 2025 sangat lemah pengawasan karena Tim Teknis dan konsultan pengawasan tidak pernah ditemui media www.gema7.com dilokasi pekerjaan pembangunan Ruangan Praktik Siswa (RPS) yang di pantau media ini selama tiga hari berturut -turut.
![]() |
| Salah satu bentuk kontruksi bagian bawah pada Bangunan RPS di SMKN 1 Sumbar yang sama - sama dapat bantuan revitalisasi dari Kementerian Pendidikan tahun 2025. Kok di SMKN 1 Padang berbeda? |
Parahnya Untuk Pembangunan RPS pada SMKN 1 Padang, media ini menemukan kejanggalan karena dibawah coran Sloof terdapat pasangan batu bata, minim Alat Pelindung Diri (APD), dugaan mutu beton K250 tidak sesuai karena dilakuan secara manual dan lapangan sekolah terpakai untuk pembangunan tersebut. Sehingga disinyalar berpengaruh dalam proses pelajaran ekstrakurikuler dan untuk Upacara
Sementara, saat di konfirmasi kepada Delfauzul selaku kepala sekolah SMKN 1 Padang yang di dampingi Wakil Sapras Sudirman dan Rido selaku humas mengakui “ pemasangan batu bata dibawah sloof yang terpantau media ini dibenarkan oleh Delfauzul dan itu sudah sesuai dengan perencanaan dan gambar pada kontrak. karena itu merupakan penahan getaran kalau terjadi gempa.” Ungkapnya
Anehnya, saat di konfirmasikan Tim Teknis Pendamping yang di lakukan oleh Politeknik Negri Padang (PNP). Del selaku Kepsek, Waka Sapras dan humas tidak ingat siapa nama Tim Teknis Pendamping tersebut. Ini menjadi pertanyaan karena Jajaran SMKN 1 Padang tidak ingat siapa Tim Pendampingnya.
Untuk pemberitaan selanjutnya, media ini akan terus berupaya mengonfirmasikan kepada pihak yang terkait.
#Md
G7,Padang Pariaman (Sumbar)__ Praktik penambangan seharusnya berjalan sesuai aturan ketat. Perusahaan tambang wajib mengantongi seluruh dokumen legal, mulai dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB), pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), dokumen lingkungan, pengesahan Kepala Teknik Tambang (KTT), hingga jaminan reklamasi, maupun Surat persetujuan dokumen rencana penambangan.
Tanpa kelengkapan itu, aktivitas penambangan tidak boleh dilakukan.
Namun, realita di lapangan sering kali berbeda. Masih banyak oknum pengusaha yang nekat menambang tanpa mengantongi izin lengkap. Resiko yang ditimbulkan pun tak main-main, bisa kecelakaan kerja hingga kerusakan lingkungan.
Salah satu perusahaan yang kini tengah jadi sorotan adalah PT Jabal Lestari Makmur, yang beroperasi di Kampung Tangah, Parit Malintang, Kabupaten Padang Pariaman. Diduga kuat, perusahaan ini belum memenuhi seluruh syarat untuk operasi tambang, namun aktivitas penambangan diduga telah berjalan.
Lebih mencengangkan lagi, informasi yang dihimpun Gema7.com, diduga adanya insiden fatal yang mengakibatkan salah seorang sopir truk yang beranisial PDI 36 tahun yang beralamat di Kampuang Koto Lubuak Alung meninggal dunia akibat runtuhnya tanah saat pengisian kesalah satu Truk di lokasi tambang pada Senin lalu (8/9/2025). Peristiwa itu nyaris luput dari perhatian publik dan hingga kini belum ada klarifikasi resmi dari pihak pengelola.
Menurut informasi yang diterima Gema7.com, PT Jabal Lestari Makmur disebut-sebut dimiliki oleh Yopi Basman. Tim mencoba menelusuri kebenaran informasi ini dan berhasil bertemu langsung dengan Yopi di kantin Dinas PUPR Padang Pariaman, Kamis (11/9/2025).
Yopi dengan tegas membantah bahwa dirinya adalah pemilik tambang tersebut.
“Saya hanya membantu pengurusan dokumen perizinannya, yang punya tambang bukan saya, yang punya Malik Hendra Chan,” jelas Yopi.
Terkait dugaan insiden di lokasi tambang, Yopi mengaku baru mengetahui kabar tersebut dari wartawan.
“Saya sendiri tidak tahu, baru hari ini saya dengar ada insiden di sana,” tambahnya.
Saat tim mencoba mengunjungi lokasi tambang, akses menuju areal penambangan ternyata tertutup rapat dengan portal. Upaya masuk ke area tersebut pun gagal. Hal ini semakin menimbulkan tanda tanya besar mengenai apa yang sebenarnya terjadi di balik area tambang itu.
Hingga berita ini diturunkan, Gema7.com masih berupaya mengonfirmasi pihak pengelola tambang, pemilik sah PT Jabal Lestari Makmur, serta Dinas ESDM Sumatera Barat mengenai kelengkapan izin, status operasi, dan dugaan insiden di lokasi tambang tersebut.
Kasus ini menjadi alarm serius. Jika benar terbukti beroperasi tanpa izin lengkap, PT Jabal Lestari Makmur bisa terjerat sanksi pidana sesuai UU Minerba. Di sisi lain, masyarakat berhak mendapat kejelasan terkait keamanan lingkungan dan keselamatan pekerja tambang di wilayah mereka.
#Md
Gema7.com – Proyek rekonstruksi Jalan Ruas Lubuk Basung – Sungai Limau yang berlokasi di Kampung Tangah, Padang Olo, Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman, diduga sarat persoalan. Proyek yang dianggarkan dengan pagu sebesar Rp 1.650.000.000 ini menuai sorotan, mulai dari sumber material yang tidak jelas hingga dugaan pemasangan geotextil yang tidak merata.
Salah satu sorotan tajam muncul terkait batu beronjong yang digunakan. Sumber material ini diragukan berasal dari quarry yang memiliki izin resmi. Bahkan hingga berita ini diturunkan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, Risman, belum juga memberikan informasi jelas soal asal-usul batu tersebut.
"Kalau sumber batu berasal dari quarry yang punya izin, namun saya lupa, nanti saya kirimkan informasinya," ujar Risman saat dikonfirmasi Gema7.com bersama tim di kantin Dinas BMCKTR Sumbar, Senin (11/8/2025). Namun, hingga kini informasi tersebut tak kunjung disampaikan.
Lebih lanjut, Risman juga mengaku pekerjaan tersebut belum dilakukan Provisional Hand Over (PHO).
"Pekerjaan tersebut belum di PHO-kan, terkait keretakan bahu jalan dan pasangan batu, sudah kita minta rekanan untuk memperbaiki," kata Risman.
Penggunaan timbunan pilihan juga menjadi catatan. Risman menyebut sebagian material berasal dari galian setempat dan sebagian lagi didatangkan, namun tanpa penjelasan rinci.
Menariknya, volume pekerjaan pengecoran bahu jalan dialihkan atau di-addendum menjadi penambahan beronjong, sehingga pekerjaan pengecoran bahu jalan ditiadakan.
Selain itu, Risman juga menyebut nama Desrio sebagai pihak yang mengerjakan proyek, namun ketika ditanya soal perusahaan yang terkontrak, ia terkesan ragu dan menjawab singkat bahwa pekerjaan dilakukan oleh CV Perintis, tanpa membeberkan detail perusahaan maupun nilai kontrak.
Dengan dugaan kejanggalan ini, publik berhak mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas proyek yang menggunakan anggaran negara tersebut. Apalagi, Risman sendiri menyatakan dengan tegas tidak akan membayar pekerjaan jika tidak sesuai. Pernyataan ini harus dibuktikan dengan tindakan nyata, bukan sekadar janji.
#Md